Bencana Nasional
TIDAK hanya Indonesia, hampir seluruh negara terjangkit virus corona yang dikenal dengan Corona Virus Desease (Covid)-19 yang berawal di Wuhan, China. Pandemi yang melanda dunia tahun 2020 ini telah membuat tatanan kehidupan bangsa-bangsa berubah total. Korban berjatuhan setiap hari akibat pageblug tersebut. Virus mematikan itu benar-benar mengkalang-kabutkan banyak kalangan: ya masyarakat, ya pemerintah. Pemerintahan dan ekonomi dunia morat-marit dan lumpuh.
Meski awalnya di negara kita tidak terdeteksi –dan diyakini— tidak adanya penyakit tersebut, akhirnya Covid-19 muncul, awal Maret 2020. Mulai saat itu masyarakat “disuguhi” pemberitaan-pemberitaan tentang Covid-19. Berita-berita yang muncul di media sosial, tak mau kalah dengan berita yang disiarkan stasiun televisi, radio, dan media cetak. Masyarakat yang resah mulai mencari masker, sehingga harganya melonjak tinggi. Hand sanitizer pun juga demikian.
Pemerintah pun mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya. Rumah sakit-rumah sakit dipersiapkan di seluruh Tanah Air. Para dokter dan paramedis dikerahkan. Personel TNI juga turut ambil bagian dan aktif memerangi virus corona. Mereka bekerja setiap saat guna menyelamatkan masyarakat yang terjangkit corona. Korban dari hari ke hari terus berjatuhan, termasuk dari kalangan medis penanganan Covid-19 yang terpapar virus mematikan itu. Kita tentu prihatin dan berdoa agar arwah para korban Covid-19 diterima di sisi-Nya dan keluarga yang ditinggalkan tetap tabah dan sabar menghadapi musibah itu.
Berbagai upaya juga dilakukan oleh masyarakat guna menangkal virus corona itu. Salah satunya adalah meminum rebusan berbagai jenis empon-empon yang harganya di pasar spontan melambung.
Upaya menyetop dan memutus mata-rantai penyebaran Covid-19 terus dilakukan. Salah satunya agar para pekerja melakukan pekerjaannya di rumah atau work from home (WFH). Karantina dan isolasi mandiri dengan tetap tinggal di rumah (stay at home) diberlakukan. Tindakan itu diikuti dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal itu dimaksudkan agar tidak ada kontak fisik antar-orang. Di tempat-tempat umum juga dilakukan pembatasan agar masyarakat tidak berkerumun atau saling bersentuhan. Operasional transportasi, baik moda transportasi darat, laut, dan udara dibatasi. Tempat duduk dan berdiri di fasilitas umum diatur agar masyarakat menjaga jarak. Sekolah-sekolah diliburkan. Jamaah di tempat ibadah juga diimbau agar untuk sementara waktu tidak melaksanakan ibadah secara berjamaah. Berbagai protokol diberlakukan agar masyarakat benar-benar terhindar dari Covid-19. Bahkan Presiden Jokowi menyatakan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional.
Pemerintah telah menetapkan agar dilakukan social distancing dan physical distancing, tapi masih saja ada masyarakat yang kongkow di tempat-tempat tertentu yang akhirnya dibubarkan paksa oleh aparat pemerintah. Sejumlah Kepala Daerah mengambil keputusan untuk melakukan “karantina wilayah” masing-masing, meski pemerintah tidak mengambil keputusan lockdown. Masyarakat kita juga khawatir bila lockdown diberlakukan, mereka akan kehilangan mata pencariannya masing-masing. Ketika beredar kabar bahwa pemerintah akan mengambil keputusan lockdown, “aksi borong”-pun dilakukan oleh sebagian masyarakat. Mereka memborong berbagai bahan kebutuhan pokok dan komoditi lainnya. Akibatnya terjadi kelangkaan kebutuhan pokok masyarakat dan harganyapun melonjak.
Kami berharap pandemi Covid-19 segera berakhir dan tidak akan terjadi kembali. Dari kasus itu masyarakat sadar tentang arti kebersihan. Masyarakat bisa menyerap pelajaran apa yang mereka dapat dari bencana nasional itu. Dari bencana tersebut kita semua berharap masyarakat Indonesia bisa menatap masa depan yang lebih baik. Juga dengan adanya pandemi itu, masyarakat Indonesia bisa berkontribusi dalam kebangkitan nasional di segala bidang. Hal tersebut sejalan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang kita peringati setiap bulan Mei ini.
Mari kita bangkit guna mengejar keterpurukan akibat Covid-19. (ab)