KOOPSUS TNI DAN KOGABWILHAN TNI
PEMBANGUNAN pertahanan yang kuat dan modern suatu negara mutlak harus dilakukan. Terlepas atau tidak dari adagium si vis pacem para bellum (siapa mendambakan perdamaian, bersiaplah menghadapi perang), mau tidak mau pembangunan pertahanan tidak boleh diabaikan. Memang ancaman perang terbuka, diprediksi tidak akan terjadi beberapa tahun mendatang, tapi perang proksi atau proxy war dikhawatirkan sedang berlangsung.
Kelengahan terhadap perang proksi, cepat atau lambat akan membuat kehancuran suatu negara. Apalagi jika terjadi fenomena black swan theory (teori angsa hitam) seperti yang diperkenalkan oleh Nassim Nicholas Taleb, seorang analis berdarah Lebanon-Amerika dan pialang dari Chicago. Tahun 2007, Naseem menulis fenomena itu di dalam buku yang diberi judul “Black Swan: The Impact of The Highly Improbable” (Efek dari hal-hal yang sangat mustahil terjadi).
Tuntutan pembangunan kekuatan militer suatu negara yang diperlukan bukan saja kuat, tapi juga modern. Karena ancaman yang terjadi dapat dipastikan juga berperspektif modern. Untuk menghadapi ancaman-ancaman tersebut, TNI membangun kekuatan baru: Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI dan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) TNI.
Tentu banyak pihak berpendapat bahwa dulu TNI juga memiliki Komando Wilayah Pertahanan (Kowilhan) yang tahun 80-an dilikuidasi. Lantas apa perbedaan Kowilhan dan Kogabwilhan TNI?
Menjawab kemungkinan munculnya pendapa tersebut, Panglima TNI Marsekal TNI Dr (HC) Hadi Tjahjanto, SIP menjelaskan dalam rangka mengantisipasi terjadinya ancaman yang dapat mengganggu kepentingan nasional, maka pembentukan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) TNI secara prinsip diarahkan untuk mencapai kesiapsiagaan dalam penanganan krisis di wilayah Indonesia dengan membagi teritorial Indonesia ke dalam tiga Kogabwilhan TNI.
Hal itu dikatakan Panglima TNI saat memimpin upacara peresmian Kogabwilhan TNI I, II, dan III; di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat (27/9/2019). Ia menyampaikan bahwa pembentukan Kogabwilhan merupakan salah satu upaya pembangunan kekuatan TNI sebagai daya tangkal (deterrence effect) terhadap berbagai potensi ancaman.
Pembentukan Kogabwilhan ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 27 tahun 2019 tentang Pembentukan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan dan Peningkatan Status 23 Komando Resort Militer (Korem) dari Tipe B menjadi Tipe A.
Kogabwilhan TNI merupakan representasi konsep kemampuan interoperabilitas TNI yang saat ini menjadi kebijakan prioritas bagi pimpinan TNI. Ancaman dan tantangan yang harus dihadapi Bangsa Indonesia dimasa mendatang akan terus berevolusi, sehingga membutuhkan keterpaduan kekuatan matra (darat, laut, dan udara) dalam merespon ancaman tersebut.
Kehadiran ancaman tersebut perlu diantisipasi dan dicermati dalam menyusun pembangunan kekuatan, pembinaan kemampuan, dan gelar kekuatan TNI dimasa mendatang; sehingga dapat bersifat adaptif.
Penindak Awal
Sebagai Kotamaops TNI, Kogabwilhan bertugas sebagai penindak awal apabila terjadi konflik di wilayahnya, baik untuk Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan sebagai kekuatan penangkal bila terjadi ancaman dari luar sesuai dengan kebijakan Panglima TNI.
Kedudukan Makogabwilhan telah mempertimbangkan aspek komando dan kendali, strategi, dan infrastruktur yang ada saat ini. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka ditetapkan kedudukan Makogabwilhan I berada di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau; Makogabwilhan II di Balikpapan, Kalimantan Timur; dan Makogabwilhan III berada di Biak, Papua.
Keberadaan Kogabwilhan tentu telah diselaraskan dengan program pembangunan pemerintah. Pemerintah mencanangkan 35 Wilayah Pengembangan Strategis, membangun dari pinggiran serta menghadirkan negara untuk melindungi seluruh warga negara di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Makogabwilhan I berada di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, dipimpin oleh Pangkogabwilhan I Laksda TNI Yudo Margono, SE, MM dengan wilayah darat (Sumatera, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten); wilayah laut (perairan di sekitar Sumatera, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan ALKI-1 beserta perairan sekitarnya); wilayah udara (wilayah di atas Sumatera, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, DKI, Jawa Barat, Banten dan ALKI-1 beserta perairan sekitarnya).
Makogabwilhan II di Balikpapan, Kalimantan Timur, dipimpin oleh Pangkogabwilhan II Marsda TNI Fadjar Prasetyo, SE, MPP, dengan wilayah darat (Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT); wilayah laut (perairan di sekitar Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, dan ALKI-2 serta ALKI-3a beserta perairan sekitarnya); wilayah udara (wilayah di atas Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, dan ALKI-2 serta ALKI-3a beserta perairan sekitarnya).
Makogabwilhan III berada di Biak, Papua, dipimpin oleh Pangkogabwilhan III Mayjen TNI Ganip Warsito, SE, MM dengan wilayah darat (Maluku, Maluku Utara, dan Papua); wilayah laut (perairan di sekitar Maluku, Maluku Utara, Papua dan ALKI-3b dan 3c beserta perairan sekitarnya); wilayah udara (wilayah di atas Maluku, Maluku Utara, Papua, dan ALKI-3b dan 3c beserta perairan sekitarnya).
Yang jadi pertanyaan kenapa satu Makogabwilhan tidak ditempatkan di Papua bagian Selatan?
Perpres Nomor 42/2019
Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres Nomor 42 tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Lewat Perpres ini, pemerintah memandang perlunya dibentuk Komando Operasi Khusus TNI dari matra darat (AD), laut (AL), dan udara (AU).
Menurut situs Sekretariat Kabinet, Perpres itu merupakan perubahan kedua atas Perpres Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi TNI. Pemerintah merevisi Perpres adalah dengan pertimbangan dalam rangka menghadapi ancaman yang memiliki eskalasi tinggi dan dapat membahayakan ideologi negara, kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik lndonesia (NKRI), dan melindungi segenap Bangsa Indonesia.
Perpres ini mengubah susunan Markas Besar TNI menjadi:
a. Unsur Pimpinan: Panglima TNI.
b. Unsur Pembantu Pimpinan: 1. Staf Umum TNI; 2. Inspektorat Jenderal TNI; 3. Staf Ahli Pimpinan TNI; 4. Staf Kebijakan Strategis dan Perencanaan TNI; 5. Staf Intelijen TNI; 6. Staf Operasi TNI; 7. Staf Personalia TNI; 8. Staf Logistik TNI; 9. Staf Teritorial TNI; dan 10. Staf Komunikasi dan Elektronika TNI.
c. Unsur Pelayanan: 1. Satuan Komunikasi dan Elektronika TNI; 2. Pusat Pengendalian Operasi TNI; 3. Sekretariat Umum TNI; dan 4. Detasemen Markas Besar TNI.
d. Badan Pelaksana Pusat: 1. Sekolah Staf dan Komando TNI; 2. Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan, dan Latihan TNI; 3. Akademi TNI; 4. Badan Intelijen Strategis TNI; 5. Pasukan Pengamanan Presiden; 6. Badan Pembinaan Hukum TNI; 7. Pusat Penerangan TNI; 8. Pusat Kesehatan TNI; 9. Polisi Militer TNI; 10. Badan Pembekalan TNI; 11. Pusat Pembinaan Mental TNI; 12. Pusat Keuangan TNI; 13. Pusat Sejarah TNI; 14. Pusat Informasi dan Pengolahan Data TNI; 15. Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian; 16. Pusat Pengkajian Strategi TNI; 17. Pusat Pengembangan Kepemimpinan TNI; 18.Pusat Kerjasama Internasional TNI; 19. Pusat Jasmani dan Peraturan Militer Dasar TNI; 20. Pasukan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana; 21. Pasukan Pemukul Reaksi Cepat; 23. Satuan Siber TNI; dan 24. Komando Operasi Khusus TNI.
e. Komando Utama Operasi TNI: 1. Komando Pertahanan Udara Nasional; 2. Komando Gabungan Wilayah Pertahanan; 3. Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat; 4. Komando Pasukan Khusus; 5. Komando Daerah Militer; 6. Komando Armada; 7. Komando Lintas Laut Militer; dan 8. Komando Operasional TNI Angkatan Udara.
Komando Utama Operasi sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 3 sampai dengan angka 8 merangkap dan berfungsi sebagai Komando Utama Pembinaan, bunyi Pasal 12 ayat (2) Perpres ini.
Komando Operasi Khusus TNI
Menurut Perpres itu, Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI bertugas menyelenggarakan operasi khusus dan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan operasi khusus yang membutuhkan kecepatan dan keberhasilan tinggi guna menyelamatkan kepentingan nasional di dalam maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.
Koopssus TNI dipimpin oleh Komandan Koopssus TNI disebut Dankoopssus TNI yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Panglima TNI, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Kasum TNI, bunyi Pasal 46b ayat (2) Perpres.
Sementara pada Pasal 46b ayat (3) disebutkan, Dankoopssus TNI dibantu oleh Wakil Komandan Koopssus TNI disebut Wadankoopssus TNI.
Dalam lampiran Perpres ini disebutkan, Dankoopssus TNI dijabat oleh Perwira Tinggi (Pati) bintang dua, sementara Wadankoopssus TNI dijabat oleh Pati bintang satu.
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, bunyi Pasal II Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 8 Juli 2019. (Jalasena, November 2019)