Pahlawan Masa Kini
Para pembaca Jalasena yang budiman!
SETIAP tanggal 10 November, Bangsa Indonesia memeringati Hari Pahlawan. Suatu peristiwa bersejarah bagi Bangsa Indonesia yang mengingatkan betapa heroiknya Arek-arek Suroboyo dalam berjuang melepaskan diri dari cengkeraman penjajah dan sekutunya. Dengan bermodalkan semangat membara, para pejuang dengan gigih dan berani memertaruhkan jiwa dan raganya demi bangsa dan negara. Tidak sedikit dari para pejuang yang gugur di medan laga.
Meski saat ini Bangsa Indonesia sudah lepas dari penjajahan, bukan berarti sikap kepahlawanan itu tidak diperlukan lagi. Di alam kemerdekaan dewasa ini kehadiran pahlawan-pahlawan masa kini justru sangat diperlukan. Tentu antara pahlawan masa lalu dan pahlawan masa kini berbeda medan juangnya.
Indonesia dalam perjalanannya, kita ketahui masih banyak menghadapi masalah beragam. Tanpa singsingan lengan baju dan kerja keras seluruh anak bangsa, pemerintah akan sangat sulit mengatasi masalah demi masalah yang mendera. Bukan rahasia lagi, di daerah-daerah terpencil masih ada masyarakat harus menyeberangi sungai atau berjalan jauh, karena ketiadaan jembatan. Masih ada daerah yang sekolahannya kekurangan guru untuk mengajar dan mendidik siswa-siswanya. Juga masih ada warga masyarakat yang tidak terjangkau oleh pelayanan kesehatan memadai, karena langkanya tenaga kesehatan dan dokter.
Persoalan-persoalan yang masih melilit masyarakat itu perlu uluran tangan pahlawan-pahlawan masa kini. Para pahlawan masa kini tidak harus mengangkat senjata atau bambu runcing untuk mengusir musuh. Tapi para pahlawan itu adalah sosok yang mau menyingsingkan lengan baju dan bekerja keras untuk masyarakat sekitarnya. Sifat kepahlawanan itu akan kian menyatu jika dipadukan dengan semangat Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Sudah banyak kisah sukses masyarakat biasa yang kemudian menjadi tenar karena sikap kepahlawanannya. Satu di antaranya adalah Mak Eroh yang tahun 1988 memeroleh penghargaan Kalpataru dan satu tahun kemudian meraih penghargaan lingkungan dari Perserikatan Bangsa Bangsa. Wanita sepuh warga Kampung Pasikadu, Desa Santana Mekar, Kecamatan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat yang waktu itu berusia 70 tahun tidak pernah berharap menjadi seorang pahlawan. Apa yang dikerjakan Mak Eroh dengan cangkul dan balincong untuk memapas sebagian tebing guna mengairi sawah miliknya berbuah manis. Atas usahanya, tidak hanya sawah miliknya yang terairi, tapi juga ribuan hektar sawah lainnya di dua kecamatan tidak kekurangan air lagi.
Belum lagi, sosok lain yang sangat berjasa buat kepentingan masyarakat lain. Seperti dilakukan seorang prajurit TNI di Sulawesi Tenggara yang setiap pagi dan siang menggendong tiga siswa sekolah dasar menggunakan gondola gantung untuk menyeberangi sungai. Tindakan mulia dan berani itu penuh dengan risiko dan taruhannya nyawa.
Masih banyak sosok atau masyarakat biasa yang telah dengan gigih menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk Bangsa dan Negara Indonesia. Mereka merupakan sosok ikhlas, berbuat tanpa pamrih, dan tidak berharap gelar pahlawan; tapi apa yang telah dilakukannya memiliki nilai-nilai kepahlawanan yang sangat mulia. Itu yang saat ini langka. Sosok-sosok itu benar-benar “from zero to hero”.
Sikap kepahlawanan masa kini itu diharapkan menjadi contoh teladan dan “virus” positif bagi masyarakat lain. Salah satu contoh konkret dan paling dekat dengan lingkungan masyarakat yakni tidak membuang sampah secara sembarangan, terutama sampah plastik. Memang tampaknya sepele, tapi kini persoalan sampah plastik sudah mendunia. Indonesia merupakan negara kedua penyumbang terbesar sampah plastik di lautan. Jika persoalan sampah plastik itu tidak diatasi, maka tahun 2050 diperkirakan jumlah sampah plastik di lautan akan lebih banyak dari jumlah ikan.
Ironis kan? Karena itu, Indonesia sangat memerlukan pahlawan-pahlawan masa kini! Bukan pahlawan-pahlawan kesiangan. (ab)