Jakarta – Setelah melalui proses panjang selama dua tahun, International Maritime Organization (IMO) akhirnya menyetujui proposal Indonesia terkait bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok. Bagan TSS tersebut disetujui melalui Experts Working Group on Ship Routeing di Markas Besar IMO, London, Inggris.
Selanjutnya, bagan tersebut akan dilaporkan ke Plenary dalam Sidang Sub Committee on Navigation, Communications and Search and Rescue (NCSR) ke-6.
Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Basar Antonius mengatakan sidang Plenary IMO NCSR ke-6 akan merekomendasikan proposal TSS Selat Sunda dan Selat Lombok untuk diadopsi dalam Sidang IMO Maritime Safety Committee (MSC) ke-101 pada Juni 2019 mendatang.
“Dalam Experts Group on Ship Routeing, kedua proposal TSS Indonesia dibahas secara bergiliran dimulai dari TSS di Selat Sunda yang dilanjutkan dengan TSS di Selat Lombok. Ini merupakan prestasi bagi Indonesia karena mampu mengawal dan mempertahankan kedua proposal TSS tersebut di Experts Group dalam 1 hari,” ujar Basar dalam keterangan tertulis, Selasa (22/1/2019).
Menurutnya keberhasilan tersebut juga dipengaruhi oleh strategi Indonesia yang melakukan pendekatan dan lobi untuk mendapatkan dukungan negara anggota IMO, dengan mensponsori coffee break dan menampilkan video feature TSS di sela sidang NCSR ke-6, serta melakukan pertemuan informal dengan negara anggota IMO.
Basar mengatakan keberhasilan Indonesia untuk mempertahankan proposal TSS di kedua Selat tersebut mendapatkan pujian dari negara anggota IMO yang hadir dalam Experts Group, serta dijadikan contoh bagi negara-negara lain dalam mengajukan proposal TSS ke IMO.
Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Navigasi dan Keselamatan Maritim Kemenkomar Odo Manuhutu mengatakan bahwa Indonesia mengajukan TSS untuk memastikan keselamatan, perlindungan lingkungan maritim, dan keamanan serta pertumbuhan ekonomi, juga tentang penyediaan barang-barang internasional.
“TSS di kedua selat berfungsi untuk memastikan keselamatan dan keamanan. Pada 2018, jumlah pelayaran di Selat Lombok kurang lebih 40.000 kapal. Jumlah di Selat Sunda lebih dari 50.000 kapal. Jumlah ini akan terus meningkat selama bertahun-tahun,” ucap Odo.
Dengan adanya TSS Selat Sunda dan Selat Lombok diharapkan dapat mengurangi jumlah kejadian atau kecelakaan laut di kedua selat tersebut, dengan memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan di wilayah tersebut.
“Untuk negara kepulauan seperti Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulau, keselamatan bukanlah pilihan. Keselamatan adalah suatu keharusan,” tegasnya.
Selain itu, TSS di kedua selat juga menurutnya berfungsi untuk memastikan pertumbuhan ekonomi di sektor maritim. Selat Sunda menghubungkan dua dari lima pulau terbesar di Indonesia.
“TSS menghubungkan Pulau Jawa dengan lebih dari 140 juta orang dengan Pulau Sumatera dengan lebih dari 50 juta orang,” jelasnya.
Sejalan dengan itu, lanjutnya, pengajuan TSS Indonesia tersebut merupakan penjabaran dari Visi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo tentang Poros Maritim, yaitu Kebijakan Kelautan Nasional Indonesia untuk berperan aktif dalam organisasi internasional dan khususnya di sektor maritim.
“Kami telah merencanakan untuk meningkatkan investasi kami dalam keselamatan pelayaran. Kami akan menganggarkan lebih dari USD 20 juta dalam tiga tahun ke depan untuk meningkatkan peralatan utama di kedua selat tersebut, termasuk Vessel Traffic Services (VTS) dan pelatihan bagi peningkatan kompetensi para petugas,” pungkasnya.
Setelah ditetapkannya TSS Selat Sunda dan Selat Lombok, Pemerintah Indonesia masih memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan, antara lain melakukan pemenuhan sarana dan prasarana penunjang keselamatan pelayaran di area TSS yang telah ditetapkan.
Sarana-sarana tersebut meliputi VTS, Stasiun Radio Pantai (SROP), Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), serta peta elektronik yang up to date dan menjamin operasional dari perangkat-perangkat penunjang keselamatan pelayaran tersebut selama 24 jam 7 hari.
Pemerintah Indonesia juga wajib mempersiapkan regulasi, baik lokal maupun nasional terkait dengan operasional maupun urusan teknis dalam rangka menunjang keselamatan pelayaran di TSS yang telah ditetapkan, serta melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan para instansi dan stakeholder terkait dengan penetapan TSS tersebut.